Type Here to Get Search Results !

Marga-Marga Arab Indonesia

Enam tahun setelah deklarasi Sumpah pemuda keturunan Arab pada 1934, pimpinan Partai Arab Indonesia (PAI) menggelar kongres di Cirebon pada 1940.
Marga-Marga Arab Indonesia
Beragam Rumpun Dan Pemahaman.
Dalam masyarakat dunia Islam, apun Syiah , di Arab maupun di luar arab, telah dikenal istilah Ahlul Bayt (sebagai keturunan Nabi). Dengan berbagai silsilah yang valid mereka banyak yang dihormati oleh ummat Islam. Dalam sejarah Hejaz, keturunan Nabi ini hingga abad ke-20 memegang peranan penting dalam pemerintahan Arab bahkan setelah keruntuhan Turki. Sejak masa-masa sebelumnya mereka ini mendapat tempat khusus dimata penduduk Hejaz. Mereka dibaiat menjadi penguasa dan Imam serta pelindung tanah suci.  
Sayyid  (jamak : Sadah) adalah gelar kehormatan yang diberikan kepada orang-orang yang merupakan keturunan Nabi Muhammad SAW melalui cucu beliau, Hasan bin Ali dan Husain bin Ali, yang merupakan anak dari anak perempuan Nabi Muhammad SAW, Fatimah az-Zahra dan menantunya Ali bin Abi Thalib. Keturunan wanita mendapatkan gelar berupa Sayyidah, Alawiyah, Syarifah atau Sharifah. Beberapa kalangan muslim juga menggunakan gelar sayyid untuk orang-orang yang masih keturunan Abu Thalib, paman Nabi Muhammad, yaitu Abbas, serta Ja'far, Aqil dan Thalib. Gelar ini tidak sama dengan nama yang lebih populer seperti "Sa'íd" atau "Said", yang berasal dari bahasa Arab, yang berarti bahagia. kata lain yang sering disalahpahami sebagai sayyid adalah syahid, istilah dalam bahasa Arab untuk seorang martir (dalam perspektif perjuangan).
Kata Sayyid secara harfiah berarti Tuan, kata dalam bahasa Inggris yang artinya paling mendekati adalah Sir atau Lord. Dalam dunia Arab sendiri. Kata ini sering ditukar dengan "Pak..", misal : Sayyid John (Pak John). Kata yang mempunyai konsep yang sama (dengan sayyid) adalah sidi (berasal dari bahasa Arab sayyidi) yang digunakan di Arab bagian Barat. Alevis menggunakan seyyid (di Turki) sebagai penghormatan pada nama dan diletakkan sebelum nama orang-orang yang dianggap suci di kalangan mereka. Kata lain dalam bahasa Arab yang mirip adalah syekh dan syarif. Keturunan dari Hasan bin Ali yang pernah memerintah Makkah, Madinah, Iraq pada masa Kesultanan Turki Utsmaniyah dan sekarang di Yordania, yaitu Hasyimiyah juga menggunakan gelar Syarif. Dalam Dunia Arab istilah Syarif digunakan oleh keturunan Hasan bin Ali, sedangkan gelar Sayyid digunakan oleh keturunan Husain bin Ali.

ALIH BAHASA

Bahasa
Alih Bahasa
Digunakan di
Sayyid, Syekh , Sayid
Dunia Arab
Sayyed, Sayed, Seyyed, Seyed
Iran, Azerbaijan dan Türkistan
Seyed, Seyit, Seyyid, Seyyed
Turki, Azerbaijan dan Türkistan
Urdu, Punjabi, Bengali, Melayu
Syed , Wan , Habib
Asia Selatan dan Tenggara
Lainnya
Saiyed, Siyyid, Syedna

Orang memilih alih bahasa latin berdasarkan bahasa yang sering mereka gunakan, tidak tergantung dari tempat mereka tinggal. Sebagai contoh imigran Muslim dari berbagai negara yang berbeda yang tinggal di London, Britania Raya. Imigran dari Yaman menggunakan kata sayyid, dan imigran dari Pakistan atau India menggunakan syed.  Di antara para intelektual dan sarjana barat, kadang mereka menggunakan kata sayyid atau sayed dalam tulisan mereka.

Indikasi Keturunan

Sayyid sering dimasukkan pada awalan nama yang mengindikasikan dari keturunan mana mereka berasal. Jika mereka merupakan keturunan lebih dari satu Imam Syi'ah, mereka akan menggunakan gelar yang paling dekat.
Moyang
Gelar
Nama Keluarga/Marga
Gelar Persia
Allawi2
Allawi2
Alavi2
al-Hashimi atau al-Hassani
al-Hashimi atau al-Hassani
Hashemi, Hassani, atau Thabathaba'i
al-Hussaini
al-Hussaini1
Hosseini
as-Sajad
al-Sajad
Sajad
Zaid bin Ali asy-Syahid
az-Zaidi
al-Zaidi
Zaidi
al-Muhajir
al-Muhajir
Muhajir
al-Ja'fari
al-Ja'fari
Jafari
al-Mousawi
al-Mousawi
Mousavi or Kazemi
ar-Ridawi
al-Ridawi atau al-Radawi
Rezavi atau Rizvi
at-Taqawi
al-Taqawi
Taqavi
an-Naqawi
al-Naqawi
Naqavi
Untuk pembicara non-Arab ketika mengalihbahasakan dari Bahasa Arab ke Bahasa Inggris, terdapat dua pendekatan.
  • 1. Anda dapat mengalihkan kata itu, huruf demi huruf, seperti "الزيدي" menjadi "a-l-z-ai-d-i".
  • 2. Anda dapat mengalihkan lafal pengucapan dari kata, seperti "الزيدي" menjadi "a-z-z-ai-d-i". Ini karena tata bahasa Arab, beberapa konsonan (n, r, s, sh, t dan z) membatalkan huruf l (Ù„) dari kata al (ال) . Ketika anda melihat awalan an, ar, as, ash, at, az, dll... ini berarti kata ini merupakan alih bahasa dari lafal pengucapan.
  • i, wi (Bahasa Arab), atau vi (Bahasa Persia) akhirannya mungkin dapat dialihbahasakan dengan akhiran Bahasa Inggris ite atau ian. Akhiran menggunakan nama, atau nama tempat, menjadi nama group dari orang yang tersambung dari tempat kelahirannya. Seperti Ahmad al-Hashimi dialihbahasakan Ahmad keturunan Hassan dan Ahmad al-Harrani seperti Ahmad dari kota Harran.
1Juga, El-Husseini, Husseini, dan Hussaini.
2Mereka yang menggunakan gelar sayyid untuk seluruh keturunan dari Ali bin Abi Talib menggunakan Allawi atau Alavis sebagai sayyid. Walaupun Allawi bukan keturunan dari Muhammad, mereka keturunan dari anak Ali bin Abi Thalib dan wanita yang dinikahinya setelah meninggalnya Fatimah az-Zahra, seperti Ummu Banin. Mereka yang membatasi gelar sayyid hanya untuk keturunan Muhammad melalui Fatimah az-Zahra, tidak akan memasukkan Allawi/Alavis kedalam sayyid.

 

Kafaah Dalam Nasab

 (Antara Ahlulbait Dan Ahlussunah)

Di forum diskusi Ba Alwi, tema pernikahan syarifah dengan non-sayid masih dan akan tetap selalu hangat. Terutama pihak yang menentang, akan mati-matian membela keyakinannya itu. Di sini, saya bukan ingin memanaskan tema yang sudah hangat, tapi ada peristiwa yang membuat saya ingin mengangkat tema kafaah tersebut. Dulu teman saya, seorang akhwal (sebutan bagi orang Indonesia di kalangan jammaah; jamaknya khâl yang berarti “paman dari ibu”) tanpa basa-basi bilang ke saya kalau dia ingin (nantinya) menikah dengan syarifah. Saya tidak bisa komentar apa-apa selain dengan jujur menjawab tidak punya banyak kenalan syarifah apalagi saya sendiri tidak bisa (atau tidak biasa?) jadi makcomblang.
Lalu teman saya (seorang sayid) yang juga teman si akhwal yang tahu keinginan temannya tersebut langsung menghubungi saya. Seperti orang yang tersambar petir, dia meminta saran dan bantuan saya agar menasihati si akhwal untuk mengurungkan niatnya tersebut. Saya meresponnya melalui surel (yang cukup panjang) dan mungkin jawaban saya tidak sesuai dengan harapannya. Karena saya heran, bagaimana seandainya ada syarifah dan keluarganya yang mau dengan seorang non-sayid? Apa mungkin kita menghalang-halangi sesuatu yang halal? Apakah akhwal berdosa menikahi syarifah?

Kafaah Dalam Sejarah.

Sebelum Islam, posisi wanita bisa dikatakan tertindas. Di zaman Arab jahiliah, wanita dianggap sangat rendah apalagi wanita ‘ajam (non-Arab). Sedangkan di zaman Persia (jahiliah), wanita kalangan kekaisaran dianggap sangat mulia sehingga mereka lebih memilih menikah sedarah demi menjaga kemuliaan tersebut. Ketika Islam datang, semua itu dirubah. Ayat-ayat yang turun mengenai pernikahan tidak menyinggung kafaah nasab, suku atau warna kulit, tapi terkait agama sekaligus akhlak. Sehingga Nabi saw. bersabda, “Bila ada seorang lelaki memuaskan dalam agama dan akhlak, maka terimalah lamaran kawinnya”. Sejarah mencatat beberapa pernikahan berikut: Zaid bin Haritsah (bekas budak Nabi) menikah dengan Zainab binti Jahsy (bangsawan Quraisy), Usamah bin Zaid bin Haritsah (bekas budak) menikah dengan Fatimah binti Qais (bangsawan Quraisy) Bilal (sahabat berkebangsaan Ethiopia) menikah dengan saudara perempuan Abdurrahman bin Auf (Quraisy).

Kafaah Dalam Fikih

Nah, dibagian fikih inilah yang menurut saya menjadi menarik: mazhab ahlusunah (selain Maliki) menganggap pernikahan syarifah dengan non-sayid adalah tidak sekufu (tidak setara meskipun sah), sedangkan Syiah yang notabene mengikuti mazhab ahlulbait menyatakan pernikahan seperti itu adalah kufu. Muhammad  Hasyim Assegaf dalam bukunya yang kontroversial memberikan uraian mengenai kafa’ah dalam fikih ahlusunah sebagai berikut:
  • Mazhab Hanafi: Kafaah adalah kesepadanan si lelaki bagi wanita dalam hal nasab, Islam, pekerjaan, kemerdekaan, keagamaan, dan harta. Kafaah berlaku bagi lelaki, tidak pada pihak perempuan. Lelaki boleh menikah dengan siapa saja.
  • Mazhab Maliki: Kafaah dibagi menjadi dua; pertama, keagamaan dan kedua, bebas dari aib yang ditentukan perempuan. Kafaah dalam hal harta, kemerdekaan, nasab, dan pekerjaan, tidaklah mu’tabar (diakui). Apabila seorang lelaki rendahan menikah dengan perempuan mulia (syarifah) maka sah.
  • Mazhab Syafii: Kafaah adalah nasab, agama, kemerdekaan, dan khifah (profesi). Bani Hasyim hanya kufu’ antara sesama mereka sendiri. Kafaah merupakan syarat bagi sahnya nikah bila tiada kerelaan, dan hal itu adalah hak perempuan dan walinya bersama-sama.
  • Mazhab Hambali: Kafaah adalah kesamaan dalam lima hal; keagamaan, pekerjaan, kelapangan dalam harta, kemerdekaan, nasab.
Serupa dengan mazhab Maliki, mazhab Syiah Ja’fari pun tidak mengenal kafa’ah dalam hal nasab. Disebutkan bahwa Imam Ali bin Abi Thalib mengatakan: “Manusia itu kufu antara sesama manusia, Arab dan ‘ajam, Quraisy dan Bani Hasyim, bila mereka telah Islam dan beriman.” Itu semua merupakan bahasan dalam kajian fikih.

Kafaah dalam Amanah.

Sejak lama saya berencana untuk membahas masalah yang super sensitif ini. Namun keterbatasan kemampuan terutama dalam forum umum, selalu mengurungkannya. Namun niat itu kali ini sudah tidak terbendung lagi karena beberapa faktor dan peristiwa, meski ditulis tanpa persiapan (bahkan mungkin banyak ditemukan salah ketik), dan tidak didukung dengan sumber-sumber yang memadai. Alasan utama keraguan saya untuk menulisnya ialah bahwa tulisan ini hanya mengulas fenomena yang sangat khas dan tidak umum. Tanpa berpretensi melakukan justifikasi, apologi dan pembelaan atau memojokkan salah satu pihak, izinkan saya Muhsin Labib (nama ini sejak di Yapi tidak pernah bersanding dengan marga dan pasti tidak diawali dengan kata sayyid, habib, syarif dan atribut-atribut sejenisnya sebagaimana di Iran) memberikan sebuah analisis sederhana. 
Kata sayyid adalah bentuk kata kerja (ism fa’il) yang berasal dari kata baku (mashdar) ‘siyadah’ atau kata kerja lampau ‘sada’ (dengan fathah dan alif setelah huruf sin) berarti ‘menguasai’ dan ‘memimpin’. Karena penghargaan abadi kepada para tokoh Ahlul-Bait itulah, setiap alawi atau yang memiliki garis keturunan yang terbukti membimbing umat juga dipanggil dengan predikat ‘sayyid’. Artinya, gelar ini bukanlah semata-mata pengharagaan dan pemujaan simbolik, namun juga isyarat dan mekanisme alami untuk senantiasa mengingatkan mereka yang merasa berasal dari garis nasab Ahlul-Bait untuk senantiasa mewakafkan diri sebagai abdi dan pemandu umat. Sayyid sejati sangat berjiwa rakyat, peka terhadap derita umat, dan pantang dilayani apalagi minta disanjung. Penghormatan dan pengistimewaan umat terhadap para alawi karena kontribusi dan pengorbanan mereka demi umat.
Dengan persepsi yang luas ini, semestinya dikotomi dan pengangakatan isu-isu sensitif seputar kesayyidan dan ke-alawi-an tidak perlu mendominasi ruang-ruang diskusi dan membuat kita lupa akan agenda-agenda serta proyeksi dakwah ke depan. Pesoalan ini menjadi memalukan dan memilukan mana kala tendensi negatif menjadi salah satu faktor di balik pewacanaannya. Isu kesayyidan telah memakan banyak korban dan menggerus militansi bahkan merenggangkan hubungan emosional kepada para tokoh Ahlul-Bait apabila diungkapkan dengan diksi yang sangat dangkal dan ambigu. Harus diakui, predikat ‘sayyid’ di kalangan komunitas Syiah di Indonesia telah menjadi beban determinan. Bagaimana tidak, seringkali kesalahan seseorang bisa ditimpakan atas sebuah predikat atau bahkan atas sebuah keluarga besar dan argumentum ad hominem kerap menjadi senjata yang sangat efektif. Bila itu terjadi, maka kesayyidan adalah bencana karena diperlakukan sebagai dosa bersama.
Tidak sedikit generasi alawi yang bermazhab Syiah di Indonesia yang cenderung membenci kodrat diri sendiri (baca: kesayyidan yang diperoleh secara determinan) demi menegaskan bahwa apabila sikap kritis alawi terhadap prilaku sesama alawi lebih menjamin kebersihan dari b ias atau tendensi negatif yang sangat kontra-produktif. Saya sendiri dan beberapa teman yang merasa sesak karena ‘ketiban’ kesayyidan, seperti Ali Shahab alias Ben Sohib, dan Umar Baragbah telah memulai sebuah gerakan auto-kritik yang tidak kalah pedas dibanding dengan orang-orang yang tidak ketiban beban ini. Apabila kita jujur dan membuka hati kita selebar lapangan Senayan, maka kita semua –baik yang ketiban maupun yang tidak- mesti berkesimpulan bahwa kesyiahan meniscayakan kecintaan dan ketaatan kepada Nabi dan keluarganya serta penghormatan kepada anak keturunannya. 
Lalu mengapa isu ini masih saja mencuat ke permukaan? Banyak faktor yang mempengaruhinya. Salah satunya adalah ragam atarbelakang orientasi keagamaan masyarakat Indonesia, termasuk tradisi dan pola interkasi terhadap kominitas alawi yang berimplikasi terhadap intensitas yang beragam menyangkut persoalan kesayyidan, sebelum mengenal mazhab Syiah. . Tradisi dan pola penghormatan, yang sebagian irasional, terhadap alawi di kalangan sunni trasdisional seperti NU, yang memiliki hubungan historis dan emosional dengan para pendakwah dari Yaman, sangat berbeda dengan pola perlakuan kaum pembaharuan, seperti Muhammadiyah dan lainnya. Dua latar belakang orientasi keagamaan yang berbeda ini akibat proses konversi ke mazhab Syiah bertemu dalam sebuah komunitas yang masih baru di Indonesia. Terjadilah pergesekan kecil, dari sekadar lontaran-lontaran gurau hingga meletus menjadi isu paling kontraproduktif.
Persoalan seputar taqlid, marja’iyah dan wilayah al-faqih juga tidak semestinya dijadikan sebagai alasan untuk berlomba mencari kata yang paling efektif untuk merawat kebencian dan menyuburkan rasa saling curiga. Menjadi alawi (sayyid biologis) bukanlah pilihan. Dan karena ia bukan pilihan, maka seseorang tidak layak dicemooh, didengki atau dijadikan sebagai alasan untuk sombong dan pongah. Tapi, apabila ia bukan anugerah dan bintang jasa, setidaknya para non sayyid juga tidak menjadikannya sebagai jurus mematikan setiap kali terjadi polemik. Menjadi anugerah dan berkah, paling tidak jangan jadi bencana. Tanpa perlu panjang lebar membahas ahlulbait dan zuriah Rasul, tanpa bermaksud membangkitkan sikap fanatik, dan tanpa niat meminta dihormati. Sebagai dzurriyah, seseorang harus menjaga amanah yang dimilikinya, salah satunya adalah menjaga keberlangsungan keturunan Nabi shallallâhu ‘alaihi wa âlih. Meskipun dalam hukum fikih adalah sah, tapi tentu akan lebih afdal jika memilih yang lebih utama selain dari pada ukuran agama. Karena terkadang pernikahan beda nasab bisa menimbulkan masalah. Misalnya pertentangan kebudayaan di antara keluarga yang mungkin sulit untuk dipersatukan, atau masih adanya pandangan negatif atau “celaan” dari salah satu keluarga yang dianggap sebagai aib, dan seterusnya.
Untuk itu ada baiknya kita menengok pendapat Imam Syafii, dari sisi mencegah hal negatif; meskipun secara fikih saya tetap meyakini mazhab ahlulbait yang menyatakan bahwa pernikahan syarifah dengan non-sayid adalah sekufu. Ketika dulu ada yang mengatakan kepada saya bahwa asal-usul pernikahan satu nasab (syarifah harus dengan sayid) adalah Syiah Persia, tentu ini tuduhan belaka. Tidak perlu terlalu fanatik terhadap nasab, tapi sama-sama saling melihat diri sendiri. Jika ada seorang syarifah menikah dengan akhwal, jangan cegah si akhwal atau mencela keluarga syarifah. Tapi pertanyakan; ke mana sayid atau di mana keutamaanya? Begitu juga dengan sayid yang menikah dengan non-syarifah, jangan dulu cela si sayid. Ke mana syarifah yang masih menyadari “kesyarifahannya”?
Pertama: Agama Islam untuk seluruh umat manusia. Memang benar bahwa keturunan Nabi memiliki tanggung jawab yang lebih besar, tapi kewajiban amar makruf dan saling mengingatkan ada di pundak setiap  muslim.
Kedua, berbicara masalah syarat nikah dan menyebutkan bahwa di kalangan Alawiyyin syarat nikah di tambah satu, yaitu kafaah yang tanpanya maka pernikahan batal. Kalau membaca tulisan di awal, yang menetapkan kafaah dalam nasab adalah ulama Ahlussunah, sedangkan ulama mazhab Ahlulbait tidak menetapkan kafaah nasab sebagai syarat nikah.
Ketiga, bukti yang disampaikan seperti biasa kisah tentang peminangan Sayidah Fatimah, putri Nabi saw. Bagi yang membela kafaah nasab (dari kalangan manapun), pemilihan Nabi terhadap Sayidina Ali dianggap karena masalah kafaah nasab. Tapi bagi saya, pemilihan Nabi tidak mungkin “hanya karena masalah kecil”, tapi Nabi memilih karena kualitas iman, takwa, akhlak dan kedekatan Imam Ali kepada Allah, dibandingkan sahabat lain yang meminang. Inilah yang disebutkan pernikahan langit (yang “dirancang” oleh Allah Swt.)
Keempat, pembicaraannya semakin melebar dengan mengutip ayat dan hadis untuk mengajari saya tentang keutamaan Ahlulbait, yang saya tidak ada keraguan sedikitpun tentangnya. Tapi ia mengatakan bahwa “Sayid hanya akan akan menikah dengan Syarifah”, padahal semua sudah tahu bahwa Imam Ali tidak hanya menikahi wanita Bani Hasyim, Imam Husain pun menikahi putri Persia, Imam Ali Zainal Abidin yang menikahi seorang budak, dan seterusnya. Hal ini menegaskan bahwa kafaah adalah agama.
Kelima, pembicaraan mengenai “nikmat dan rasa syukur” menjadi dzuriah. Seseorang yang hanya memikirkan satu sisi hanya akan terlena, karena tanggung jawab sebagai zuriah harus lebih diutamakan dan saya sepakat  dalam hal ini. Terakhir pembicaraan kembali tentang keutamaan Ahlulbait, mulai dari nasab yang berlanjut dari Bunda Fatimah as. dan seterusnya hingga mengutip riwayat keutamaan Ahlulbait yang sangat diamini oleh para Syiah Ahlulbait. Padahal kalau ia membaca seluruh tulisan dan komentar saya, niscaya hal itu sejalan.
rmanfaat?
QuantcastAntara Ahlulbait Dan Ahlussunah.
Keturunan Nabi Muhammad SAW tidak putus…! Bacaan tahiyatul akhir sholat  “Allahumma Sholli ‘ala sayyidina Muhammad wa ‘ala ‘ali sayyidina Muhammad. Ahlul Bait adalah orang-orang yang sah pertalian nasabnya sampai kepada Hasyim bin Abdi Manaf (Bani Hasyim) baik dari kalangan laki-laki (yang sering disebut dengan syarif) atau wanita (yang sering disebut syarifah), yang beriman kepada Rasul dan meninggal dunia dalam keadaan beriman. Sedangkan secara umum (tanpa melihat faktor genetis) Penyebutan Ahlul bait antaralain:
1. Para istri Rasul, berdasarkan konteks Al qur’an dalam surat Al-Ahzab: 33
2. Putra-putri Rasulullah (tidak dikhususkan pada Fatimah saja).
3. Abbas bin Abdul Muththolib dan keturunannya
4. Al Harits bin Abdul Muththolib dan keturunannya
5. Ali bin Abi Tholib dan keturunannya (tidak dikhususkan pada Al Hasan dan Al Husain saja)
6. Ja’far bin Abi Tholib dan keturunannya
7. Aqil bin Abi Tholib dan keturunannya
Dalam tatanan Hejaz, mereka diberikan sebutan Syarif untuk laki-laki dan Syarifah untuk perempuan. Sedangkan diluar Hejaz, dari beberapa golongan ada yang memberikan gelar  Sayyid dan Sayyidah, atau juga dengan sebutan Habaib dan lain sebagainya untuk memberikan satu tanda bahwa mereka yang diberikan ini dianggap masih memiliki kaitan darah dengan Nabi Muhammad SAW. Rabithah Alawiyah dalam artikel menyatakan bahwa menurut Sayyid Muhammad Ahmad Al-Syathiri dalam bukunya Sirah al-Salaf Min Bani Alawi al-Husainiyyin, para salaf kaum ‘Alawi di Hadramaut dibagi menjadi empat tahap yang masing-masing tahap mempunyai gelar tersendiri. Gelar yang diberikan oleh masyarakat Hadramaut kepada tokoh-tokoh besar Alawiyin ialah:
IMAM (dari abad III H sampai abad VII H). Tahap ini ditandai perjuangan keras Ahmad al-Muhajir dan keluarganya untuk menghadapi kaum khariji. Menjelang akhir abad 12 keturunan Ahmad al-Muhajir tinggal beberapa orang saja. Pada tahap ini tokoh-tokohnya adalah Imam Ahmad al-Muhajir, Imam Ubaidillah, Imam Alwi bin Ubaidillah, Bashri, Jadid, Imam Salim bin Bashri.

SYAIKH (dari abad VII H sampai abad XI H). Tahapan ini dimulai dengan munculnya Muhammad al-Faqih al-Muqaddam yang ditandai dengan berkembangnya tasawuf, bidang perekonomian dan mulai berkembangnya jumlah keturunan al-Muhajir. Pada masa ini terdapat beberapa tokoh besar seperti Muhammad al-Faqih al-Muqaddam sendiri. Ia lahir, dibesarkan dan wafat di Tarim.

HABIB (dari pertengahan abad XI sampai abad XIV). Tahap ini ditandai dengan mulai membanjirnya hijrah kaum ‘Alawi keluar Hadramaut. Dan di antara mereka ada yang mendirikan kerajaan atau kesultanan yang peninggalannya masih dapat disaksikan hingga kini, di antaranya kerajaan Alaydrus di Surrat (India), kesultanan al-Qadri di kepulauan Komoro dan Pontianak, al-Syahab di Siak dan Bafaqih di Filipina. Tokoh utama ‘Alawi masa ini adalah Habib Abdullah bin Alwi al-Haddad yang mempunyai daya pikir, daya ingat dan kemampuan menghafalnya yang luar biasa, juga terdapat Habib Abdurahman bin Abdullah Bilfaqih, Habib Muhsin bin Alwi al-Saqqaf, Habib Husain bin syaikh Abu Bakar bin Salim, Habib Hasan bin Soleh al-Bahar, HabibAhmad binZein al-Habsyi.
SAYYID (mulai dari awal abad XIV ). Tahap ini ditandai kemunduran kecermelangan kaum ‘Alawi. Di antara para tokoh tahap ini ialah Imam Ali bin Muhammad al-Habsyi, Imam Ahmad bin Hasan al-Attas, Allamah Abu Bakar bin Abdurahman Syahab, Habib Muhammad bin Thahir al-Haddad, Habib Husain bin Hamid al-Muhdhar. Sejarawan Hadramaut Muhammad Bamuthrif mengatakan bahwa Alawiyin atau qabilah Ba’alawi dianggap qabilah yang terbesar jumlahnya di Hadramaut dan yang paling banyak hijrah ke Asia dan Afrika. Qabilah Alawiyin di Hadramaut dianggap orang Yaman karena mereka tidak berkumpul kecuali di Yaman dan sebelumnya tidak terkenal diluar Yaman. Jauh sebelum itu, yaitu pada abad-abad pertama hijriah julukan Alawi digunakan oleh setiap orang yang bernasab kepada Imam Ali bin Abi Thalib, baik nasab atau keturunan dalam arti yang sesungguhnya maupun dalam arti persahabatan akrab. Kemudian sebutan itu (Alawi) hanya khusus berlaku bagi anak cucu keturunan Imam al-Hasan dan Imam al-Husein.
Dalam perjalanan waktu berabad-abad akhirnya sebutan Alawi hanya berlaku bagi anak cucu keturunan Imam Alwi bin Ubaidillah. Alwi adalah anak pertama dari cucu-cucu Imam Ahmad bin Isa yang lahir di Hadramaut. Keturunan Ahmad bin Isa yang menetap di Hadramaut ini dinamakan Alawiyin diambil dari nama cucu beliau Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad bin Isa yang dimakamkan dikota Sumul. Kaum Arab, terutama yang beragama Islam telah sejak berabad lamanya melakukan perniagaan dengan berbagai negara didunia, yang selanjutnya menciptakan jalur-jalur perdagangan dan komunitas-komunitas Arab baru diberbagai negara. Dalam berbagai sejarah dinyatakan bahwa kaum Arab yang datang ke Indonesia merupakan koloni Arab dari daerah sekitar Yaman dan Persia. Namun, yang dinyatakan berperan paling penting dan ini diperlihatkan dengan jenis madhab yang ada di Indonesia, dimungkinkan adalah dari Hadramaut. Dan orang-orang Hadramaut ini diperkirakan telah sampai ke Indonesia semenjak abad pertengahan (abad ke-13) sesudah adanya huru-hara di Baghdad.
Secara umum, tujuan awal kedatangan mereka adalah untuk berdagang sekaligus berdakwah, dan kemudian berangsur-angsur mulai menetap dan berkeluarga dengan masyarakat setempat. Dari mereka inilah kemudian muncul banyak tokoh dakwah yang termaktub dalam team Walisongo dan banyak tokoh dakwah islam hingga masa sekarang. Walaupun masih ada pendapat lain seperti menyebut dari Samarkand (Asia Tengah), Champa atau tempat lainnya, tampaknya itu semua adalah jalur penyebaran para Mubaligh dari Hadramawt yang sebagian besarnya adalah kaum Sayyid (Syarif). Beberapa buktinya (no 1 dan 2) adalah sebagian dari yang telah dikumpulkan oleh penulis Muhammad Al Baqir dalam Thariqah Menuju Kebahagiaan:
  1. L.W.C Van Den Berg  dalam bukunya Le Hadramawt et Les Colonies Arabes dans l’Archipel Indien (1886) mengatakan:”Adapun hasil nyata dalam penyiaran agama Islam (ke Indonesia) adalah dari orang-orang Sayyid Syarif. Dengan perantaraan mereka agama Islam tersiar diantara raja-raja Hindu di Jawa dan lainnya. Selain dari mereka ini, walaupun ada juga suku-suku lain Hadramaut (yang bukan golongan Sayyid Syarif), tetapi mereka ini tidak meninggalkan pengaruh sebesar itu. Hal ini disebabkan mereka (yakni kaum Sayyid Syarif Hadramaut) adalah keturunan dari tokoh pembawa Islam (Nabi Muhammad SAW).
  1. Dalam buku yang sama hal 192-204, Van Den Berg menulis: ”Pada abad XV, di Jawa sudah terdapat penduduk bangsa Arab atau keturunannya, yaitu sesudah masa kerajaan Majapahit yang kuat itu. Orang-orang Arab bercampul-gaul dengan penduduk, dan sebagian mereka mempuyai jabatan-jabatan tinggi. Mereka terikat dengan pergaulan dan kekeluargaan tingkat atasan. Rupanya pembesar-pembesar Hindu di kepulauan Hindia telah terpengaruh oleh sifat-sifat keahlian Arab, oleh karena sebagian besar mereka berketurunan pembawa Islam (Nabi Muhammad SAW). Orang-orang Arab Hadramaut membawa kepada orang-orang Hindu pikiran baru yang diteruskan oleh peranakan-peranakan Arab mengikuti jejak nenek moyangnya." Perhatikanlah tulisan Van Den Berg ini yang spesifik menyebut abad XV, yang merupakan abad spesifik kedatangan dan / atau kelahiran sebagian besar Wali Songo di pulau Jawa. Abad XV ini jauh lebih awal dari abad XVIII yang merupakan kedatangan kaum Hadramawt gelombang berikutnya yaitu mereka yang sekarang kita kenal bermarga Assegaf, Al Habsyi, Al Hadad, Alaydrus, Alatas, Al Jufri, Syihab, Syahab dan banyak marga hadramawt lainnya.
  1. Hingga saat ini Umat Islam di Hadramawt bermadzhab Syafi’ie sama seperti mayoritas di Ceylon, pesisir India Barat (Gujarat dan Malabar), Malaysia dan Indonesia. Sedangkan Uzbekistan dan seluruh Asia Tengah, kemudian Pakistan dan India pedalaman (non-pesisir) mayoritasnya bermadzhab Hanafi.
  1. Bahasa para pedagang Muslim yang datang ke Asia Tenggara (utamanya Malaka dan Nusantara) dinamakan bahasa Malay (Melayu) karena para pedagang dan Mubaligh yang datang di abad 14-15 sebagian besar datang dari pesisir India Barat yaitu Gujarat dan Malabar, yang mana orang-orang Malabar (sekarang termasuk negara bagian Kerala) mempunyai bahasa Malayalam, walaupun asal-usul mereka adalah keturunan dari Hadramawt mengingat kesamaan madzhab Syafi’ie yang sangat spesifik dengan pengamalan tasawuf dan penghormatan kepada Ahlul Bait. Satu kitab fiqh mazhab Syafi’ie yang sangat popular di Indonesia Fathul Muin pengarangnya bahkan Zainuddin Al Malabary (berasal dari tanah Malabar), satu kitab fiqh yang sangat unik karena juga memasukkan pendapat kaum Sufi, bukan hanya pendapat kaum Fuqaha.
  1. Satu bukti yang sangat akurat adalah kesamaan Madzhab Syafi'ie dengan corak tasawuf dan pengutamaan Ahlul Bait yang sangat kental seperti kewajiban mengadakan Mawlid, membaca Diba & Barzanji, membaca beragam Sholawat Nabi, membaca doa Nur Nubuwwah (yang juga berisi doa keutamaan tentang cucu Rasul, Hasan dan Husayn) dan banyak amalan lainnya hanya terdapat di Hadramawt, Mesir, Gujarat, Malabar, Ceylon, Sulu & Mindanao, Malaysia dan Indonesia. Pengecualian mungkin hanya terhadap kaum Kurdistan di segitiga perbatasan Iraq, Turki dan Iran, yang mana mereka juga bermadzhab Syafi’ie dengan corak Tasawuf yang sangat kuat dan mengutamakan ahlul bait (Kitab Mawlid Barzanji dan Manaqib Syekh Abdul Qadir Jilani adalah karya Ulama mereka (Syekh Ja’far Barzanji) tapi tinggal di daerah pedalaman dan pegunungan, bukan pesisir seperti lainnya. Analisis sejarah diatas menandakan agama Islam dari madzhab dan corak ini sebagian besarnya disebarkan melalui jalur pelayaran dan perdagangan dan berasal dari satu sumber yaitu Hadramawt, karena Hadramawt adalah sumber pertama dalam sejarah Islam yang menggabungkan fiqh Syafi'ie dengan pengamalan tasawuf dan pengutamaan ahlul bait.
  1. Di abad 15 Raja-raja Jawa (yang berkerabat dengan Walisongo) seperti Raden Patah dan Pati Unus sama-sama menggunakan gelar Alam Akbar, yang mana di abad 14 di Gujarat sudah dikenal keluarga besar Jamaluddin Akbar cucu keluarga besar Datuk Azhimat Khan (Abdullah Khan) putra Abdul Malik putra Alwi putra Muhammad Shahib Mirbath Ulama besar Hadramawt Abad 13M. Keluarga besar ini sudah sangat terkenal sebagai Mubaligh Musafir yang berdakwah jauh hingga pelosok Asia Tenggara dan mempunyai putra-putra dan cucu-cucu yang banyak menggunakan nama Akbar, seperti Zainal Akbar, Ibrahim Akbar, Ali Akbar, Nuralam Akbar dan banyak lainnya.
Inilah kiranya ringkasan sejarah penyebaran kaum arab di dunia, terutama di Indonesia. Termasuk juga klasifikasi bebeapa gelar dari keturunan nabi yang dipakai oleh beberapa golongan, serta data beberapa ratus marga arab yang ada di Indonesia. Apabila ada kesalahan dan kekurangan, dimohon adanya koreksi dan informasi masukan tambahan dari para pembaca, sehingga wacana ini semakin valid dan komplit. Silahkan dianalisis secara objektif dan mendalam, semoga berguna. Amin. Terimakasih. Keturunan Arab Hadramawt di Indonesia, seperti negara asalnya Yaman, terdiri 2 kelompok besar yaitu kelompok Alawi (Sayyidi) keturunan Rasul SAW (terutama melalui jalur Husayn bin Ali) dan Qabili yaitu kelompok diluar kaum Sayyid. Nama-nama marga/keluarga keturunan Arab Hadramaut dan Arab lainnya yang terdapat di Indonesia, yang paling banyak diantaranya adalah:
  • Abud (Qabil) - AbdulAzis (Qabil) - Addibani (Qabil) - Afiff - Alatas (Sayyid) - Alaydrus (Sayyid) - Albar (Sayyid) - Algadrie (Sayyid) - Alhabsyi (Sayyid) - AlHamid - AlHadar - AlHadad (Sayyid) - AlJufri (Sayyid) - Alkatiri (Qabil) - Assegaff (Sayyid) - Attamimi -AlMuhazir
  • Ba'asyir (Qabil) - Baaqil (Sayyid) - Bachrak (Qabil) - Badjubier (Qabil) - Bafadhal - Bahasuan (Qabil) - Baraja (Syekh) - Basyaib (Qabil) - Basyeiban (Sayyid) - Baswedan (Qabil) - Baridwan - Bawazier (Sayyid) - BinSechbubakar (Sayyid)
  • Haneman
  • Jamalullail (Sayyid)
  • Kawileh (Qabil)
  • Maula Dawileh (Sayyid) - Maula Heleh/Maula Helah (Sayyid)
  • Nahdi (Qabil)
  • Shahab (Sayyid) - Shihab (Sayyid) - Sungkar (Qabil)
  • Thalib
  • Bahafdullah (Qabil)
Nama-nama marga/keluarga keturunan Arab Hadramaut dan Arab lainnya yang terdapat di Indonesia:
1 Al Baar
21 Al Aidid
41 Bin Hud
2 Al Jufri
22 Al Fad’aq
42 Ba’dokh
3 Al Jamalullail
23 Al Ba Faraj
43 Alhasni
4 Al Junaid
24 Ba Faqih
44 Barakwan
5 Al Bin Jindan
25 Al Bal Faqih
45 Al Mahdali
6 Al Jailani
26 Al Qadri
46 Al Hinduan
7 Al Hamid
27 Al- Kaff
47 Al Baiti
8 Al Hadad
28 Al- Muhdhar
48 Bin Syuaib
9 Al Kherid
29 Al Musawa
49 Basyaiban
10 Al Maula Khailah
30 Al Mutahhar
11 Al Maula Dawilah
31 Al Munawwar
12 Al Ba Raqbah
32 Al Hadi
13 Al Assegaf
33 Al Ba Harun
14 Al Bin Semit
34 Al Hasyim
15 Al Bin Sahal
35 Al Haddar
16 Al Syihabuddin
36 Al Bin Yahya
17 Al As- Safi
37 Bin Syekh Abubakar
18 Al Ba Abud
38 Bin Thahir
19 Al Ba Aqil
39 Bin Shihab
20 Al Idrus
40 Bin Hafidz
1 Abbad
41 Assa’di
81 Bakarman
121 Ba Sya’ib
161 Bin Hilabi
201 Bin Syirman
2 Abudan
42 Asy Syarfi
82 Baktir
122 Basyarahil
162 Bin Humam
202 Bin Tahar
3 Aglag
43 Attamimi
83 Baladraf
123 Batarfi
163 Bin Huwel
203 Bin Ta’lab
4 Al Abd Baqi
44 Attuwi
84 Bal Afif
124 Ba Tebah
164 Bin Ibadi
204 Bin Tebe
5 Al Ali Al Hajj
45 Azzagladi
85 Balahjam
125 Bathog
165 Bin Isa
205 Bin Tsabit
6 Al Amri
46 Ba Abdullah
86 Balasga
126 Ba’Tuk
166 Bin Jaidi
206 Bin Ulus
7 Al Amudi
47 Ba’asyir
87 Balaswad
127 Ba Syaiban
167 Bin Jobah
207 Bin Usman
8 Al As
48 Ba Attiiyah
88 Balfas
128 Baweel
168 Bin Juber
208 Bin Wizer
9 Al Bagdadi
49 Ba Awath
89 Baljun
129 Bayahayya
169 Bin Kartam
209 Bin Zaidi
10 Al Bakri
50 Ba Atwa
90 Balweel
130 Bayasut
170 Bin Kartim
210 Bin Zaidan
11 Al Barak
51 Babadan
91 Bamakundu
131 Bazandokh
171 Bin Keleb
211 Bin Zimah
12 Al Barhim
52 Babten
92 Bamasri
132 Bazargan
172 Bin Khalifa
212 Bin Zoo
13 Al Batati
53 Badegel
93 Bamatraf
133 Ba Zouw
173 Bin Khamis
213 Bajrei
14 Al Bawahab
54 Ba Dekuk
94 Bamatrus
134 Bazeid
174 Bin Kuwer
214 Bukra
15 Al Bargi
55 Ba’ Dib
95 Bamazro
135 Bin Abdat
175 Bin Mahri
215 Gahedan
16 Al Bukkar
56 Bafadal
96 Bamu’min
136 Bin Abd Aziz
176 Bin Makki
216 Haidrah
17 Al Falugah
57 Bafana
97 Bana'mah
137 BinAbdsamad
177 Bin Maretan
217 Hamde
18 Al Gadri
58 Bagarib
98 Banafe
138 Bin Abri
178 Bin Marta
218 Harhara
19 Al Hadi
59 Bagaramah
99 Banser
139 Bin Addar
179 Bin Mattasy
219 Hubeisy
20 Al Halagi
60 Bagges
100 Baraba
140 Bin Afif
180 Bin Makhfudz
220 Jawas
21 Al Hilabi
61 Bagoats
101 Baraja
141 Bin Ajaz
181 Bin Mazham
221 Jibran
22 Al Jabri
62 Ba
102 Barasy
142 Bin Amri
182 Bin Muhammad
222 Karamah
23 Al Kalali
63 Bahalwan
103 Barawas
143 Bin Amrun
183 Bin Munif
223 Kurbi
24 Al Kalilah
64 Baharmus
104 Bareyek
144 Bin Anus
184 Bin Mutahar
224 Magadh
25 Al Katiri
65 Bahanan
105 Baridwan
145 Bin Bisir
185 Bin Mutliq
225 Makarim
26 Al Khamis
66 Bahrok
106 Baruk
146 Bin Bugri
186 Bin Nahdi
226 Marfadi
27 Al Khatib
67 Bajruk
107 Basalamah
147 Bin Dawil
187 Bin Nahed
227 Mashabi
28 Al Matrif
68 Baksir
108 Basalmah
148 Bin Diab
188 Bin Nub
228 Mugezeh
29 AlMathori
69 Baktal
109 Basalim
149 Bin Faris
189 Bin On
229 Munabari
30 AlMukarom
70 Banaemun
110 Ba Sendit
150 Bin Gannas
190 Bin Qarmus
230 Nabhan
31 Al Qaiti
71 Baharthah
111 Basgefan
151 Bin Gasir
191 Bin Said
231 Sallum
32 Al Qannas
72 Bahfen
112 Bashay
152 Bin Ghanim
192 Bin Sadi
232 Shahabi
33 Al Rubaki
73 Bahmid
113 Ba’sin
153 Bin Ghozi
193 Bin Sanad
233 Shobun
34 Al Waini
74 Bahroh
114 Ba Siul
154 Bin Gozan
194 Bin Seger
234 Syawik
35 Al Yamani
75 Bahsen
115 Basmeleh
155 Bin Guddeh
195 Bin Seif
235 Ugbah
36 Ambadar
76 Bahweres
116 Basofi
156 Bin Guriyyib
196 Bin Sungkar
236 Ummayyer
37 Arfan
77 Baisa
117 Basumbul
157 Bin Hadzir
197 Bin Syahbal
237 Za’bal
38 Argubi
78 Bajabir
118 Baswedan
158 Bin Halabi
198 Bin Syaiban
238 Zarhum
39 Assaili
79 Bajened
119 Baswel
159 Bin Hamid
199 Bin Syamil
239 Zubaidi
40 Askar
80 Bajerei
120 Baswer
160 Bin Hana
200 Bin Syamlan
240
Bin Ma’tuf Bin Suit Bin Duwais amhar syamlan faluga Bin muhammad gasir dahdah syeban.

Lanjutan Daftar Marga:

240 Bin ma’tuf
241 Bin Suit
242 Bin Duwais
243 Bin Amhar
244 Bin Syamlan
245 Bin Faluqa
246 Bin Gasir
247 Bin Dahdah
248 Bin Syeban
249 Ba Machdan
250 Baslum
251 Adumanis
252 Bin Ubair
253 Al Mubarak
254 Ba Abduh
255 Ba Mu’minah
256 Samanhudi ?



Tambahan untuk Marga Arab: Gelar Syarif, adalah gelar bagi golongan di tanah Hejaz yang juga dianggap keturunan nabi. Golongan ini semenjak zaman khilafah Turki hingga sebelum Arabia dikuasai keluarga Saud (Hejaz sekarang bernama Saudi Arabia karena dikuasai oleh keluarga Saud), merupakan pengayom dan penguasa Hejaz. Secara geneology mereka memakai gelar Syarif untuk laki-laki dan Syarifah untuk perempuan. Sedangkan gelar untuk penguasa di Hejaz dari golongan ini, semuanya juga bergelar dasar Syarif dan ditambah gelar-gelar lainnya mengikuti namanya sesuai dengan kedudukan atau kekuasaannya, entah itu sebagi seorang Amir atau Wazir, dan sebagainya. Keturunan golongan ini tersebar diberbagai negara. Pada awalnya mereka menguasai seluruh Hejaz, Iraq, Yordan, Suriah, Palestina. Bahkan kemudian sebagian mendirikan kerajaan di daerah Nusantara.
Semua kerajaan yang mereka dirikan, diatas-namakan Bani Hashim atau Hashimiyyah yang merupakan sub keluarga Quraish yang juga menurunkan silsilah nabi. Namun, dengan adanya intrik dari dalam dan adu domba dari penjajah Eropa, hampir semuanya berhasil di kudeta dengan alasan demokrasi. Hingga saat ini yang bertahan kemungkinan hanyalah Yordan saja. Sebenarnya ada berbagai daerah di negeri Arab yg memakai kata sayyid untuk hampir setiap orang. Harap diketahui bahwa kata sayyid dalm arti bahasa arab di tunjukkan bagi orang yg memiliki massa diantara kaumnya (man katsuro sawaduhu fi qoumihi). Keterangan lebih lanjut bisa di lihat dalam kitab Assyaroful Muabbad karangan Syeikh Yusuf bin Ismail An nabhani.
Selain itu ada fenomena yang unik dalam hal ini, contoh yang paling gampang adalah Basmeleh yang keturunan sayyid dari Abu Bakar Basmeleh bin Abdullah Asseggaff Al Mugoddam dari Ahmad bin Isa dari Ja’far Shodiq bin Muhammad al Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husain Ali bin Ali bin Abi Thalib. yang istri beliau adalah Sayyidatina Fatima Binti Rosullullalah dalam kitab Rabithah maupun buku tulisan Van Den Berg maupun denah makam di Hadramaut. Di Indonesia dalam beberapa hal keberadaannya terpinggirkan dikalangan sayyid karena organisasi mereka adalah Irsyadi (bahkan pengurus Al Irsyad Surabaya). Mereka yang memiliki keturunan sebagai keturunan Nabi Muhammad bisa mendaftarkan identitas mereka di Al-Alawiyah Rabithal lembaga Ar, dengan kantor pusatnya di Jalan KH Mas Mansyur, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Ini adalah tempat pusat untuk pencatatan pohon keluarga keturunan Nabi Muhammad diseluruh dunia.
Selain menjadi tempat untuk menjaga silsilah keturunan Nabi, Ar Rabithah Al Alawiyah juga sebagai pusat penelitian untuk garis keturunan. Orang tidak bisa hanya datang dan memperkenalkan diri sebagai keturunan Nabi Muhammad dengan menunjukkan daftar nasab dan keluarga mereka. Ar Rabithah sebelumnya berkantor pusat di Yaman, dan pindah ke Tanah Abang pada tahun 1909 Jakarta Pusat . Ini perlu diadopsi karena mayoritas keturunan Nabi tinggal di Indonesia. Sampai saat ini, jumlah keturunan Nabi di Indonesia lebih dari yang berdomisili di Mekkah dan Madinah. Lembaga ini memiliki 50 cabang di seluruh dunia. Data di Rabithah Ar menunjukkan beberapa dua juta keturunan Nabi terdaftar di Indonesia. Dari angka ini, sekitar 1,2 juta orang masih hidup. Mereka adalah keturunan Nabi Muhammad ke-35 sampai 40 generasi th, dari 133 keluarga. Sedangkan total keturunan Nabi Muhammad yang hidup di seluruh dunia sekitar 20 juta.


MARGA-MARGA ARAB
Marga Arab Hadramaut (Fam Arab) merujuk kepada nama keluarga atau marga yang dipakai oleh keturunan bangsa Arab, yang berasal dari daerah Hadramaut di Yaman, yang letaknya di Jazirah Arab bagian selatan. Penamaan marga sendiri dipilih berdasarkan Qabilah, tempat asal, sejarah, kebiasaan atau sifat serta nama nenek moyang golongan tersebut.
Berdasarkan asalnya, marga Arab Hadramaut umumnya dapat dibagi menjadi 2 golongan; yaitu marga-marga keturunan suku Arab Yaman asli (merupakan keturunan Hadhramaut bin Gahtan, yang merupakan keturunan dari Nabi Nuh) dan marga-marga suku Arab pendatang dari Persia yang mengklaim sebagai keturunan Nabi Muhammad melalui jalur Ahmad bin Isa al-Muhajir yang hijrah ke Yaman sekitar tahun 319 H (898 M) yang biasa disebut Alawiyyin.
Koloni Arab dari Hadramaut diperkirakan telah datang ke Indonesia sejak abad ke-13. Sejumlah marga yang di Hadramaut sendiri sudah punah, misalnya seperti "Basyeiban" dan "Haneman", di Indonesia masih dapat ditemukan. Hal ini karena keturunan Arab Hadramaut di Indonesia saat ini diperkirakan jumlahnya lebih besar daripada di tempat leluhurnya sendiri.
Daftar di bawah ini memuat beberapa marga Arab Hadramaut. Anda dapat membantu melengkapinya.
Marga Arab Hadramaut
A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W X Y Z
A.
  • Abbad
  • Abdat
  • Abudan
  • Abunumay
  • Aglag
  • Al Abd Baqi
  • Al Aidid
  • Al Ali Al Hajj
  • Al Amar
  • Al Amudi
  • Al Amri
  • Al Anggawi
  • Al As
  • Al Audah
  • Al Aulagi
  • Al Aydrus
  • Al Ba Abud
  • Al Ba Faraj
  • Al Ba Harun
  • Al Ba Raqbah
  • Al Baar
  • Al Bagdadi
  • Al Bahar
  • Al Baiti
  • Al Bajrai
  • Al Bakri
  • Al Bal Faqih
  • Al Baldjoen
  • Al Balghaist
  • Al Balgon
  • Al Bantan
  • Al Bantani
  • Al Barak
  • Al Bargi
  • Al Barhim
  • Al Batati
  • Al Bawahab
  • Al Bawazier
  • Al Bin Jindan
  • Al Bin Sahal
  • Al Bin Semit
  • Al Bin Yahya
  • Al Bintan
  • Al Bintani
  • Al Bukkar
  • Al Damis
  • Al Djoen
  • Al Dzeban
  • Al Fad'aq
  • Al Fagih
  • Al Falugah
  • Al Faris
  • Al Fariz
  • Al Gaiti
  • Al Gon
  • Al Habsyie
  • Al Haddad
  • Al Hadi
  • Al Hadromi
  • Al Hajri
  • Al Halagi
  • Al Hamid
  • Al Hasani
  • Al Hassan
  • Al Hasyim
  • Al Hilabi
  • Al Hinduan
  • Al Huraibi
  • Al Jabri
  • Al Jaidi
  • Al Jailani
  • Al Jamalulail
  • Al Jon
  • Al Jufrie
  • Al Jun
  • Al Junaid
  • Al Jundi
  • Al Kaff
  • Al Kalali
  • Al Kalilah
  • Al Katiri
  • Al Khamis
  • Al Khatbah
  • Al Khatib
  • Al Kherid
  • Al Khubais
  • Al Madhir
  • Al Mahdali
  • Al Mahfuzh
  • Al Makky
  • Al Mathar
  • Al Matrif
  • Al Maula Dawilah
  • Al Maula Khailah
  • Al Mesfer
  • Al Muchdor
  • Al Muhaddam
  • Al Munawwar
  • Al Musawa
  • Al Mutahhar
  • Al Naqieb
  • Al Qaiti
  • Al Qannas
  • Al Rubaki
  • Al Sa'ari/ As-Sa'ari
  • Al Safi/ As-Safi
  • Al Wynni
  • Al Yafei
  • Al Yafi'ie
  • Al Yamani
  • Alabeid
  • Al-Attas/ Alatas
  • Algadri/ Al Qadri
  • Alhasien
  • Alisalim
  • Al-Kaff
  • Ambadar
  • Arfan
  • Arghubi
  • Askar
  • Assa'di
  • Assaili
  • Assegaf
  • Assewed
  • Assidawi
  • Assiry
  • Assyabibi
  • Assyaiban
  • Assyiblie
  • Asy Syaarfi
  • Attamimi
  • Attanfirah
  • Attuwi
  • Azmatkhan
  • Azzagladi
B.
  • Ba Abduh
  • Ba Abdullah
  • Ba Akabah
  • Ba Agil
  • Ba Attiiyah
  • Ba Atwa
  • Ba Awadh
  • Ba Birik
  • Ba Dekuk
  • Ba Faqih
  • Ba Gabas
  • Ba Harun
  • Ba Jabir
  • Ba Jamin
  • Ba Jammal
  • Ba Jasir
  • Ba Jeber
  • Ba Joban
  • Ba Kheiri
  • Ba Nahsan
  • Ba Qashir
  • Ba Sendit
  • Ba Sidawi
  • Ba Siul
  • Ba Surroh
  • Ba Syaib
  • Ba Tebah
  • Ba Zara
  • Ba Zar'ah
  • Ba Zouw
  • Baadilla
  • Ba'asyir
  • Ba'bud
  • Babadan
  • Babheir
  • Babsel
  • Babten
  • Bachamis
  • Bachmid
  • Bachmid
  • Bachrak
  • Badegel
  • Badeges
  • Badhawie
  • Ba'Dib
  • Badjideh
  • Ba'dokh
  • Badres
  • Badubah
  • Badziher
  • Badzinjan
  • Bafadhal
  • Bafana
  • Bafeel
  • Bagadir
  • Bagaramah
  • Bagarib
  • Bagges
  • Bagoats
  • Bahadik
  • Bahafdullah
  • Bahaiyan
  • Bahaj
  • Bahalwan
  • Bahanan
  • Baharmus
  • Baharthah
  • Bahfen
  • Bahman
  • Bahroh
  • Bahsen
  • Bahsowan
  • Bahwal
  • Bahweres
  • Baisa
  • Bajabir
  • Bajammal
  • Bajened
  • Bajrei
  • Bajruk
  • Bajuber
  • Bakarman
  • Bakhabazi
  • Bakouba
  • Bakrisyuk
  • Baksir
  • Baktal
  • Baktir
  • Bal Afif
  • Baladraf
  • Baladraf
  • Balahjam
  • Balahmar
  • Bala'mas
  • Balasga
  • Balaswad
  • Balaswat
  • Balasyrof
  • Balbeid
  • Balfas
  • Balghaits
  • Balgon
  • Baljon
  • Baljun
  • Balu'lu'
  • Balweel
  • Bamagain
  • Bamaisarah
  • Bamajbur
  • Bamakundu
  • Bamasak
  • Bamasri
  • Bamatraf
  • Bamatrus
  • Bamazro
  • Bamu'min
  • Banaemun
  • Banafe
  • Bana'mah
  • Banser
  • Baraba
  • Barabud
  • Baraja
  • Barakwan
  • Barasy
  • Barawas
  • Barekat
  • Bareyek
  • Baridwan
  • Barjib
  • Baruk
  • Basagili
  • Basakran
  • Basalamah
  • Basalim
  • Basalmah
  • Basamkho
  • Basawat
  • Basbeth
  • Basgefan
  • Bashandid
  • Bashay
  • Basilim
  • Ba'sin
  • Baslamah
  • Baslum
  • Basymeleh
  • Basofi
  • Basulaileh
  • Basumbul
  • Baswedan
  • Baswel
  • Baswer
  • Basyahroh
  • BaSyaiban
  • Basyarahil
  • Basyrewan
  • Batarfi
  • Batates
  • Batelo
  • Bathef
  • Bathog
  • Ba'Tuk
  • Baweel
  • Bayahayya
  • Bayasut
  • Bayusuf
  • Bazandokh
  • Bazargan
  • Bazeid
  • Bazmul
  • Bazubbak
  • Beik
  • Billahwal
  • Bilfaqih
  • Bin Abad
  • Bin Abd Samad
  • Bin Abdat
  • Bin Abied
  • Bin Abdul Aziz
  • Bin Abri
  • Bin Addar
  • Bin Afif
  • Bin Agil
  • Bin Ajjaj
  • Bin Al
  • Bin Amri
  • Bin Amrun
  • Bin Anuz
  • Bin Baldjoen
  • Bin Balgon
  • Bin Baljon
  • Bin Baljun
  • Bin Bisir
  • Bin Bugri
  • Bin Coger
  • Bin Dahdah
  • Bin Dawil
  • Bin Diab
  • Bin Duwais
  • Bin Dzeban
  • Bin Eda
  • Bin Elly
  • Bin Faris
  • Bin Gannas
  • Bin Gasir
  • Bin Gaus
  • Bin Ghanim
  • Bin Ghozi
  • Bin Ghubaisy
  • Bin Gozan
  • Bin Guddeh
  • Bin Guriyyib
  • Bin Hadzir
  • Bin Hafidz
  • Bin Halabi
  • Bin Hamid
  • Bin Hana
  • Bin Hassan
  • Bin Hatrash
  • Bin Hizam
  • Bin Hud
  • Bin Humam
  • Bin Huwel
  • Bin Ibadi
  • Bin Isa
  • Bin Ishaq
  • Bin Jabal
  • Bin Jaber
  • Bin Jaidi
  • Bin Jindan
  • Bin Jobah
  • Bin Jubair/ Bin Juber
  • Bin Kartam
  • Bin Kartim
  • Bin Keleb
  • Bin Khalifa
  • Bin Khamis
  • Bin Khatbah
  • Bin Khubran
  • Bin Kuddah
  • Bin Madhi
  • Bin Mahfuzh
  • Bin Mahri
  • Bin Makki
  • Bin Maretan
  • Bin Marta
  • Bin Mattasy
  • Bin Ma'tub
  • Bin Mazham
  • Bin Mesfer
  • Bin Misfir
  • Bin Misfir
  • Bin Muchosin
  • Bin Muhammad
  • Bin Munif
  • Bin Mutahar
  • Bin Mutliq
  • Bin Nahdi
  • Bin Nahed
  • Bin Nub
  • Bin On
  • Bin Qarmus
  • Bin Quthban
  • Bin Radjab
  • Bin Sadi
  • Bin Said
  • Bin Salim
  • Bin Sanad
  • Bin Sef
  • Bin Seger
  • Bin Seif
  • Bin Silim/ Bin Syilim/ Bin Soelim
  • Bin Suid
  • Bin Sungkar
  • Bin Syahbal
  • Bin Syaiban
  • Bin Syamil
  • Bin Syamlan
  • Bin Syech Abu Bakar
  • Bin Syirman
  • Bin Syuaib
  • Bin Tahar
  • Bin Ta'lab
  • Bin Tayeb
  • Bin Tebe
  • Bin Thahir
  • Bin Thalib
  • Bin Tsabit
  • Bin Ulus
  • Bin Umar
  • Bin Usman
  • Bin Wahab
  • Bin Wizer
  • Bin Zagr
  • Bin Zaidan
  • Bin Zaidi
  • Bin Zimah
  • Bin Zoo
  • Bukhori
  • Bukkar
[sunting] C
  • Chatib
[sunting] D
  • Djibran
  • Djobban
  • Doman
E.
  • Elly
F.
  • Falhum
  • Falogah
G.
  • Gadneh/ Gitnah/ Gathneh'
  • Ganesy
  • Ghana'(?)
  • Gemayyel
  • Ghaniem
  • Gisymar
  • Gurdusy
H.
  • Hablil
  • Haddad
  • Haidrah
  • Halfan
  • Hallaboh
  • Hamadah
  • Hamde
  • Hamzah
  • Harharah
  • Harris
  • Hasni
  • Hasny
  • Hatrash
  • Hayaze
  • Hendan
  • Hilaby/ Hilabi
  • Hijazee
  • Hizam
  • Hubeisy
  • Humaid
  • Huraiby
J.
  • Jabli
  • Jaidi
  • Jawwas
  • Jibran
  • Jurhum
K.
  • Karamah
  • Karaman
  • Ka'wileh
  • Kuddah
  • Kuffan
  • Kurbi
L.
  • Lahji
  • Lahmadi
M.
  • Machdan
  • Madhi
  • Madsyal
  • Magadh
  • Mahbub
  • Mahdami
  • Makarim
  • Marbasy
  • Marfadi
  • Martak
  • Mashabi
  • Maulachela
  • Maziun
  • Mesfer
  • Miftah
  • Mubarak
  • Mugezeh
  • Mugheneh
  • Mukarram
  • Mukhasyin
  • Munabari
  • Muntahar
N.
  • Nabhan
  • Nagib
  • Nahdi
S.
  • Sabaya
  • Sabbah
  • Sallum
  • Shahab
  • Shahabi
  • Shegeir
  • Sungkar
  • Sumaith/ Smith
  • Surur
  • Swedan
  • Syabibi
  • Syagran
  • Syaiban
  • Syakieb
  • Syamlan/ Shamlan
  • Syammach
  • Syawie
  • Syawik
T.
  • Tarmum
  • Thebe
  • Thalib
U.
  • Ubaidun
  • Ubidun
  • Ugbah
  • Ummayyer
W.
  • Wahdin
  • Wakid
Z.
  • Za'bal
  • Zabde
  • Zabidi
  • Zakin
  • Zeban
  • Zeger
  • (Az) Zubaidi
Secara umum penggolongan Marga Arab Hadramaut itu dikategorikan dalam 4 golongan:
  1. Alawiyin (golongan keturunan Rasulullah via keturunan Ahmad bin Isa (AlMuhajir))
  2. Qabili / Qabail / Qabayl (golongan yang memegang senjata)
  3. Masaikh / Dhaif (gologang pedagang / petani / rakyat kebanyakan)
  4. Abid (golongan pembantu / hamba sahaya)
Latar Belakang
Alkisah, golongan Alawiyin karena desakan politik di persia (iran) terpaksa hijrah mencari penghidupan yang lebih baik ke daerah Hadramaut. Disana mereka menyampaikan kepada beberapa muqaddam (kepada suku) mengenai maksud untuk tinggal di Hadramaut dan juga menerangkan jati diri mereka (sebagai turunan Rasulullah). Sebelum secara resmi mereka diterima, muqaddam disaat itu mengirim utusan ke Hejaz untuk mengecek mengenai keberadaan mereka (terutama status turunan Rasul). Namun, setelah beberapa waktu, ada satu keluarga di Hadramout tersebut yang langsung menerima golongan Alawiyin ini untuk tinggal tanpa menunggu kepulangan utusan yang dikirim dan penerimaan secara resmi. Selanjutnya keluarga ini dikenal dengan nama keluarga Bafadhal, yaitu “golongan yang menerima”
Di bawah ini adalah daftar nama marga orang Arab keturunan Yaman (suku Arab Hadramaut) tanpa pengecualian:
A (Al...)
  • Abbad, Abdul Aziz, Abudan, Aglag, Al Abd Baqi, Al Aidid, Al Ali Al Hajj, Al Amri, Al Amudi, Al As, Al As-Safi, Al Ba Abud, Al Ba Faraj, Al Ba Harun, Al Ba Raqbah, Al Baar, Al Bagdadi, Al Baiti, Al Bakri, Al Bal Faqih, Al Barak, Al Bargi, Al Barhim, Al Batati, Al Bawahab, Al Bin Jindan, Al Bin Sahal, Al Bin Semit, Al Bin Yahya, Al Bukkar, Al Fad’aq, Al Falugah, Al Gadri, Al Habsy, Al Hadi, Al Hadi, Al Halagi, Al Hasani, Al Hasyim, Al Hilabi, Al Hinduan, Al Huraibi, Al Aydrus, Al Jabri, Al Jaidi, Al Jailani, Al Junaid, Al Kalali, Al Kalilah, Al Katiri, Al Khamis, Al Khatib, Al Kherid, Al Madhir, Al Mahdali, Al Mahfuzh, Al Matrif, Al Maula Dawilah, Al Maula Khailah, Al Munawwar, Al Musawa, Al Mutahhar, Al Qadri, Al Qaiti, Al Qannas, Al Rubaki, Al Waini, Al Yafi’ie, Al Yamani, AlMathori, AlMukarom, Ambadar, Arfan, Argubi, Askar, Assa’di, Assaili, Asy Syarfi, Attamimi, Attuwi, Azzagladi,al Dames
B. (Ba... atau Bin...)
  • Ba Abdullah, Ba Attiiyah, Ba Atwa, Ba Awath, Ba Dekuk, Ba’ Dib, Ba Faqih, Ba Sendit, Ba Siul, Ba Sya’ib Bin Ma’tuf Bin Suit, Ba Syaiban, Ba Tebah, Ba Zouw, Ba’asyir, Babadan, Babten, Badegel, Badeges, Ba’dokh, Bafana, Bafadual, Bagaramah, Bagarib, Bagges, Bagoats, Bahafdullah, Bahaj, Bahalwan, Bahanan, Baharmus, Baharthah, Bahfen, Bahmid, Bahroh, Bachrak, Bahsen, Bahwal, Bahweres, Baisa, Bajabir, Bajened, Bajerei, Bajrei, Bajruk, Bakarman, Baksir, Baktal, Baktir, Bal Afif, Baladraf, Balahjam, Balasga, Balaswad, Balfas, Baljun, Balweel, Bamakundu, Bamasri, Bamasak , Bamatraf, Bamatrus, Bamazro, Bamu’min, Banaemun, Banafe, Bana’mah, Banser, Baraba, Baraja, Barakwan, Barasy, Barawas, Bareyek, Baridwan, Barjib, Baruk, Basalamah, Basalim, Basalmah, Basgefan, Bashay, Ba’sin, Baslum, Basmeleh, Basofi, Basumbul, Baswel, Baswer, Basyarahil, Batarfi, Bathef, Bathog, Ba’Tuk, Bawazier, Baweel, Bayahayya, Bayasut, Bazandokh, Bazargan, Bazeid, Billahwal, Bin Abd Aziz, Bin Abd Samad, Bin Abdat, Bin Abri, Bin Addar, Bin Afif, Bin Ajaz, Bin Amri, Bin Amrun, Bin Anuz, Bin Bisir, Bin Bugri, Bin Coger, Bin Dawil, Bin Diab, Bin Duwais, Bin Faris, Bin Gannas, Bin Gasir, Bin Ghanim, Bin Ghozi, Bin Gozan, Bin Guddeh, Bin Guriyyib, Bin Hadzir, Bin Hafidz, Bin Halabi, Bin Hamid, Bin Hana, Bin Hatrash, Bin Hilabi,Bin Hizam, Bin Hud, Bin Humam, Bin Huwel, Bin Ibadi, Bin Isa, Bin Jaidi, Bin Jobah, Bin Juber, Bin Kartam, Bin Kartim, Bin Keleb, Bin Khalifa, Bin Khamis, Bin Khubran, Bin Mahri, Bin Mahfuzh, Bin Makki, Bin Maretan, Bin Marta, Bin Mattasy, Bin Mazham, Bin Muhammad, Bin Munif, Bin Mutahar, Bin Mutliq, Bin Nahdi, Bin Nahed, Bin Nub, Bin On, Bin Qarmus, Bin Sadi, Bin Said, Bin Sanad, Bin Seger, Bin Seif, Bin Syahbal, Bin Syaiban, Bin Syamil, Bin Syamlan, Bin Syirman, Bin Syuaib, Bin Tahar, Bin Ta’lab, Bin Sungkar, Bin Tebe, Bin Thahir, Bin Tsabit, Bin Ulus, Bin Usman, Bin Wizer, Bin Zagr, Bin Zaidan, Bin Zaidi, Bin Zimah, Bin Zoo, Bukkar,Badziher.
T
  • Thalib
G
  • Ghana’
H
  • Haidrah, Hamde, Hamadah, Harhara, Hatrash, Hubeisy,Hayaze, Hasni, Humaid
J
  • Jawas, Jibran, Jabli
K
  • Karamah, Kurbi
M
  • Magadh, Makarim, Marfadi, Martak, Mashabi, Mugezeh, Munabari, Mahdami,Machdan
N
  • Nabhan
S
  • Sallum, Shahabi, Shogun, Sungkar, Syaiban, Syammach, Syawik,Syagran.
U
  • Ugbah, Ummayyer
Z
  • Za’bal, Zaidan, jurhum, Zeban, Zubaidi

 





Tags