Type Here to Get Search Results !

Cara Mengajarkan Bahasa Arab Pada Anak


Saatnya Si Kecil Belajar Bahasa Arab - Kaitannya dengan belajar bahasa, sebagaimana yang telah kita ketahui, hal ini tidaklah bisa terlepas dari metode/cara, strategi, dan seni mengajar. Dalam tulisan ini, saya akan membahas metode dan strategibelajar bahasa Arab yang asyik bagi anak-anak. Usia anak-anak adalah usia yang paling mudah untuk mempelajari bahasa, dan penyampaian materi pada anak-anak tentulah berbeda dengan cara penyampaiannya untuk orang dewasa.

Secara pedagogik, metode adalah rencana menyeluruh yang berkenaan dengan penyajian materi pembelajaran (temasuk pembelajaran bahasa) secara teratur, dan tidak ada satu bagian pun yang bertentangan dengan yang lain.[1] Dalam mempelajar bahasa, cara yang paling efektif adalah dengan menjadikannya kebiasaan. Sementara itu, pembiasaan akan efektif jika dilakukan sejak usia dini. Pembahasan rencana ini dikhususkan pada usia anak-anak karena merupakan satu tahapan usia yang penuh dengan perkembangan pesat, meliputi perkembangan kecerdasan, keterampilan, kecakapan, dan lainnya.

Bahasa merupakan kebiasaan, begitu teori bahasa yang sering dikenal karena usia anak-anak merupakan usia pembentukan kepribadian, pengembangan bakat, termasuk keterampilan bahasa. Dalam pembentukan ketiga aspek tersebut, anak tidak dapat dibiarkan berkembang sendiri. Hal ini karena anak belum mempunyai nalar yang sempurna, lingkunganlah yang mempunyai pengaruh besar.

Seorang anak Jawa yang berada di lingkungan orang Sunda sejak kecil tentu akan menguasai bahasa Sunda. Sebaliknya, anak kecil Sunda yang selalu di lingkungan orang Jawa, yang dikuasainya adalah bahasa Jawa. Nah, demikian pula pada bahasa Arab. Anak akan lebih cepat mempelajarinya jika ada pembiasaan dikesehariannya. Akan tetapi, bukan berarti kalau ingin belajar bahasa harus pergi ke tempat di mana bahasa itu berasal sebab lingkungan bisa diciptakan, yakni dengan kebiasaan itu tadi. Untuk membiasakan kita bisa menciptakan dalam lingkup kecil, misalnya dalam keluarga.  Bukan hanya pada usia anak, pada usia dewasa pun bisa diupayakan pembiasaan.

Sebatas yang saya ketahui, mengenai tahap-tahap perkembangan yang dilalui anak-anak  pada prinsipnya ada dua, yaitu sebagai berikut.

1. Tahap Sensorik Motorik (0 - 3 tahun)
 Pada tahap ini anak mengalami ketidak tepatan objek. Mereka masih sesuka hati dalam menyebutkan sesuatu yang mereka kehendaki. Dalam usia ini penting juga agar mereka dikenalkan sedikit demi sedikit tentang Bahasa Arab lewat bahasa ibu atau ayahnya, karena merekalah yang paling dekat dengan anak, pada usia ini anak- anak hanya menyerap segala sesuatu informasi yang di sekitarnya.

2. Tahap Pra Operasional (3 - 7 tahun)
Dalam usia ini anak menggunakan fungsi simbol yang lebih besar. Perkembangan bahasa bertambah secara dramatis dengan permainan imajinasi. Dalam masa ini, sang Ibu atau ayah  selaku orang terdekat dengan anak harus mampu mengenalkan secara lebih detail tentang bahasa Arab, misal menyebut ibunya dengan ummi, menyebut ayahnya dengan abi atau yang lain lebih daripada itu.[2] Bukan hanya orang tuanya saja, tetapi lingkungan juga harus mendukung, apalagi jika anak tersebut sudah masuk pada usia sekolah. Seorang guru diharuskan paham tentang strategi pembelajaran pada anak diusia dini. Di bawah ini saya inggin memaparkan strategi yang biasa digunakan untuk mengajarkan anak-anak pada usia dini.

Strategi Bermain
Dengan bermain, kita dapat menyisipkan sedikit demi sedikit materi Bahasa Arab. Dengan bermain, anak akan mendengarkan aneka bunyi, mengucapkan sukukata maupun kosakata. Metode seperti ini dinilai efektif sebab bermain adalah kebutuhan sekaligus cermin perkembangan anak. [3]

Macam-macam permainan menurut Zulkifli L. dalam bukunya Psikologi Perkembangan sebagai berikut : Fungsi dari pada permainan yang diutamakan adalah geraknya, karena secara konstruktif permainan ini yang diutamakan adalah hasilnya, seperti membuat mobil-mobilan, rumah-rumahan, dan sebagainya. Dalam konteks pengajaran bahasa Arab, yang dikonstruk adalah huruf-huruf hijaiyah. Permainan Reseptif, sambil mendengarkan cerita-cerita/melihat-lihat buku bergambar, anak berfantasi dan menerima pesan yang membuat jiwanya sendiri menjadi aktif. Permainan Sukses, dalam permainan ini yang diutamakan adalah prestasi, seperti mengadakan kuis untuk menyebutkan benda dalam bahasa Arab.[4]

Strategi Bercakap-cakap
Dengan strategi ini, anak diajak untuk tanya-jawab tentang benda-benda di sekelilingnya dengan menggunakan bahasa Arab, setelah sang Guru memberitahukan beberapa kosakata berbahasa Arab. Secara umum manfaat bercakap-cakap bagi anak adalah sebagai hubungan antar pribadi, yakni bahasa dapat digunakan alat komunikasi dalam lingkungan sosial, termasuk dalam dunia anak-anak, sekaligus anak dapat menyatakan pandangannya, peranannya, dan sikapnya. Disaat seperti itu kadang mereka menanyakan ”ini untuk apa sih pak ?”

Strategi Demonstrasi
Menjelaskan sesuatu secara lisan saja tidak cukup, apalagi dalam pengajaran keterampilan bahasa, tentunya lebih mudah menirukan seperti apa yang diucapkan gurunya setelah ditunjukkan bendanya yang harus dihapalkan. Dalam strategi ini guru menunjukkan, mengerjakan, dan menjelaskan nama benda atau pekerjaan yang ditunjukkan tersebut.

Strategi Projek
Strategi Projek merupakan salah satu cara pemberian pengalaman belajar dengan menghadapkan anak pada persoalan sehari-hari yang harus dipecahkan secara kelompok, misalnya menyebutkan berbagai jenis pekerjaan dengan bahasa Arab, kemudian didiskusikan bersama dengan bantuan seorang pemandu dalam kelompok anak-anak itu. Metode ini berasal dari gagasan John Dewey tentang konsep learning by doing, yaitu perolehan hasil belajar dengan mengerjakan tindakan-tindakan sesuai dengan tujuannya, terutama proses penguasaan anak tentang bagaimana melakukan sesuatu pekerjaan yang terdiri atas serangkaian tingkah-laku untuk mencapai tujuan.

Strategi Bercerita
Strategi ini merupakan salah satu pemberian pengalaman belajar bagi anak dengan cara membawakan cerita secara lisan. Lewat cerita itu disisipkan nama-nama pelakunya dalam bahasa Arab, misalnya kata disebut “katib  ÙƒØ§ØªØ¨”, “mudir  Ù…دير”, dan lain sebagainya. Akan tetapi, cerita yang dibawakan harus menarik dan mengundang perhatian anak, dan tidak terlepas dari tujuan pendidikan bagi anak. Ada beberapa macam teknik bercerita, sebagai berikut.

Membaca langsung dari buku cerita
Teknik bercerita dengan membacakan langsung dari buku cerita ini sangat bagus bila guru menambahkan puisi/prosa yang sesuai untuk dibacakan kepada anak.

Bercerita dengan menggunakan ilustrasi gambar dari buku
Bila cerita yang disampaikan kepada anak terlalu panjang dan terinci, maka penambahan ilustrasi gambar dari buku yang menarik perhatian anak dapat menjadikan teknik bercerita ini akan berfungsi dengan baik. Mendengarkan cerita tanpa ilustrasi gambar menuntut pemusatan perhatian yang lebih besar dibandingkan bila anak mendengarkan cerita dari buku bergambar. Penggunaan gambar dalam cerita dimaksudkan untuk memperjelas pesan-pesan yang dituturkan, juga untuk mengingatkan perhatian anak pada jalannya cerita.

Menceritakan dongeng
Cerita dongeng merupakan bentuk kesenian yang paling kuno. Mendongeng merupakan cara meneruskan warisan budaya dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dongeng dapat dipergunakan untuk menyampaikan pesan-pesan kebajikan kepada anak. Lewat dongeng ini pula dapat diselipkan beberapa kosakata bahasa Arab.

Bercerita dengan menggunakan flanel
Guru dapat membuat papan flanel yang berwarna netral, misalnya abu-abu. Tulisan-tulisan nama benda dalam bahasa Arab berserta gambar-gambar digunting dan dirapikan, kemudian anak-anak yang menempelkannya dengan cara menyesuaikan antara gambar dan namanya.[5]

[1] . Azhar Arsyad, Bahasa Arab dan Metode Pengajarannya (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), hal. 19.
[2] . Sri Esti Wuryani Diwandono, Psikologi Pendidikan (Jakarta: Grasindo, 2002), hal. 74.
[3] . Moeslichatoen R., Metode Pengajaran di Taman Kanak-kanak (Jakarta: Rineka Cipta, 1999), hal. 33
[4] . Dzulkifli L., Psikologi Perkembangan Remaja (Bandung: Rosda Karya, 2002), hal. 2.
[5] Ibid., hal. 91. 

Tags